Diberdayakan oleh Blogger.

Cerita di Ujian Akhir

Posted by Catatan Jurnalis


Jam di tangan kananku menunjukkan tepat pukul 10.10 waktu setempat. Hiruk-pikuk kampus dipenuhi mahasiswa yang memakai jas warna biru dongker. Ada wajah-wajah tegang berusaha menghapal hapalan untuk ujian hari ini. Ada juga wajah-wajah santai masa bodo dengan musim ujian katanya. Wajah-wajah kecewa tidak berhasil mengerjakan soal dengan maksimal atau salah perhitungan juga tidak ketinggalan. 

Yah, bagi beberapa fakultas hari ini adalah hari kedua pelaksanaan uijian akhir semester ganjil. Tapi ini adalah hari terakhir bagi fakultas tempat aku mendaftarkan diri sebagai mahasiswi jurnalistik tahun 2011 lalu. Tentu saja wajahku berseri-seri karna bebanku berkurang sebagian. Tinggal melihat hasil ujian yang mungkin akan keluar sebulan dari sekarang. Itu juga ketika semua dosen tepat mengumpulkan nilai ke SIMDAK.

Sepanjang perjalanan menuju tempatku menuliskan cerita ini, tak sengaja aku mendengar beberapa percakapan dari sesama mahasiswa yang baru saja selesai UAS. Pembicaraannya membuatku tersenyum ketir. Tersenyum karna miris mendengarnya. Seperti inilah yang aku ingat saat itu.

"Heh, maneh ful service teu?", cerita seorang wanita pada teman-temannya. "Nya, naon kitu?", sambungnya. "Pang searching-keun lah eta nu nomer opat!", ia memperagakan percakapannya di depan temannya. "Nya , ku urang di pang searching-keun weh"...

Tak mau kalah, temannya yang lain pun bercerita bahwa dirinya meminta tolong pada seseorang untuk mencarikan jawaban kepada temannya melalui sms, namun sayangnya teman yang ia sebut aa kehabisan pulsa modem. Begitu yang aku ingat.

Ada lagi cerita dari seorang teman seperti ini. Dia memiliki seorang teman yang memang teman-teman sekelasnya pun mengakui kepandaiannya. Dia bercerita bahwa, temannya yang satu itu beda dengan yang lainnya. Ia selalu percaya diri dalam mengerjakan soal-soal ujian. Namun, ia tidak pernah mau memberikan jawaban kepada teman yang bertanya padanya. Temanku yang bercerita pun kagum dengan idealisme yang dimilikinya.

Namun, suatu hari, temanku itu melihatnya menggunakan ponsel pintarnya untuk mencari jawaban di internet dan dengan gaya elegannya ia bertanya pada temannya tentang jawaban yang tidak diketahui jawabannya. "Hah, jadi nyesel pernah kagum sama idealisme-nya. Ternyata sama aja kaya yang lain", kata temanku diakhir ceritanya.  

Semakin canggihnya perkembangan teknologi rupanya memudahkan pula bagi seseorang untuk melakukan ketidakjujuran saat ujian. Bahkan untuk beberapa orang tertentu, cukup menyipakan kuota internet atau pulsa untuk searching jawaban. Kalo zaman dulu sibuk siapin catetan buat contekan yang diselipkan di kaos kaki, sepatu , baju, kantong saku dan yang lainnya, sekarang udah nggak berlaku. 

Moment ujian akhir semester memang memiliki cerita tersendiri bagiku. Seorang teman pernah mengatakan, teman yang beneran teman itu yang bisa bantu pas ujian. Ada juga yang bilang, "kalo biasanya berkubu, nah kalo UAS semuanya mendadak jadi teman, bahkan sahabat". Lucu memang, harga sebuah pertemanan dan persahabatan hanya dinilai saat ujian.

Setiap orang memiliki cerita tersendiri dan pemaknaan tersendiri saat ujian. Bagiku, nilai sebuah kejujuran adalah yang utama. Nggak peduli sama hasil akhir. Menghargai proses adalah yang seharusnya. Kalo dari sekarang aja udah nggak jujur, gimana nanti kalo udah jadi pemimpin .... 

Catatan :
cerita ini ditulis hanya untuk seru-seruan aja, nggak ada masud buat nyindir siapapun. hanya berdasarkan pengalaman penulis aja. kalo ada yang tersinggung maaf yah.... :)

Related Post



Posting Komentar